PERGOLAKAN SOSIAL DI BERBAGAI DAERAH PADA AWAL KEMERDEKAAN

07/05/2012 13:09

 

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 – 8 – 1945 belum mendapat pengakuan kedaulatan dari Belanda. Berbagai usaha telah dilakukan untuk memperoleh pengakuan kedaulatan. Usaha-usaha yang dilkukan baik secara militer maupun diplomasii. Keberhasilan yang diperoleh bangsa Indonesia dalam perjuangan diplomasi diwujudkan dengan dilaksanakan KMB tanggal 23 Agustus sampai dengan 29 November 1949. Hasil utama KMB adalah penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada Negara Indonesia dalam bentuk Republik Indonesiia Serikat tanggal 27 Desember 1949.
Pembentukan APRIS dengan TNI sebagai intinya, pembubaran KNIL dan pemasukan berkas anggota KNIL ke dalam APROS serta adanya suatu misi militer Belanda di Indonesia untuk melatih APRIS.
Ancaman mulai timbul sejak pembentukan APRIS akrena pengintegrasian kedua pasukan menimbulkan maslah psikologis, karena bagi anggota TNI berarti bekerja sama dengan bekas musuh. Sedangkan pihak KNIL tidak dapat menyesuaikan diri dengan situasi baru. Ketidak puasan tersebut menimbulkan pemberontakan-pemberontakan diberbagai daerah.
Pemberontakan-pemberontakan yang muncul antara lain:
1. Darul Islam / Tentara Islam Indonesia (DII/TII)
    Gerakan ini terjadi di beberapa tempat, yaitu :

    a. DI/TII Jawa Barat

        Di Jawa Barat muncul pemberontakan yang ingin mendirikan negara sendiri, yaitu Negara Islam di bawah pimpinan Sekarmaji Marijan Karto Suwiryo, yang didukung oleh pasukan Hisbullah dan Sabilillah, pada tanggal 7 Agustus 1949 di desa Cisanggarung Tasikmalaya, Kartosuwiryo dengan didukung Tentara Islam Indonesia memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (Jumhuriyah) dengan berlandaskan Kanun Asasi dan Imam Karto Suwiryo sebagai Kepala Negara. Untuk menunjang gerakannya, ia membentuk lembaga negara, antara lain: Majelis Syuro, Dewan Fatwa dan Dewan Imamah.
        Untuk mengatasi gerakan tersebut pemerintah berusaha menyelesaikan dengan cara musyawarah, namun tidak berhasil, dengan jalan militer melalui operasi Bathara Yuda dengan siasat Pagar Betis di gunung Geber akhirnya terkurung, Anggota DI/TII banyak yang menyerah, Karto Suwiryo sendiri berhasil ditangkap pada tanggal 4 Juni 1962 dan dijatuhi hukuman mati. Keberhasilan operasi ini berkat Divisi Siliwangi yaitu Kompi C Batalyon 328 Kujang II bekerja sama dengan rakyat.
        Ternyata gerakan DI/TII ini juga meletus di daerah-daerah lain yang meskipun pemimpinnya lain, namun mempunyai hubungan dengan gerakan DI/TII pimpinan Karto Suwiryo.
         Di Jawa Barat muncul pemberontakan yang ingin mendirikan negara sendiri, yaitu Negara Islam di bawah pimpinan Sekarmaji Marijan Karto Suwiryo, yang didukung oleh pasukan Hisbullah dan Sabilillah, pada tanggal 7 Agustus 1949 di desa Cisanggarung Tasikmalaya, Kartosuwiryo dengan didukung Tentara Islam Indonesia memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (Jumhuriyah) dengan berlandaskan Kanun Asasi dan Imam Karto Suwiryo sebagai Kepala Negara. Untuk menunjang gerakannya, ia membentuk lembaga negara, antara lain: Majelis Syuro, Dewan Fatwa dan Dewan Imamah.
        Untuk mengatasi gerakan tersebut pemerintah berusaha menyelesaikan dengan cara musyawarah, namun tidak berhasil, dengan jalan militer melalui operasi Bathara Yuda dengan siasat Pagar Betis di gunung Geber akhirnya terkurung, Anggota DI/TII banyak yang menyerah, Karto Suwiryo sendiri berhasil ditangkap pada tanggal 4 Juni 1962 dan dijatuhi hukuman mati. Keberhasilan operasi ini berkat Divisi Siliwangi yaitu Kompi C Batalyon 328 Kujang II bekerja sama dengan rakyat.
        Ternyata gerakan DI/TII ini juga meletus di daerah-daerah lain yang meskipun pemimpinnya lain, namun mempunyai hubungan dengan gerakan DI/TII pimpinan Karto Suwiryo.
    
   
 
    b. DI/TII Jawa Tengah 
        1. Di daerah Tegal pada tanggal 23 Agustus 1949 di bawah pimpinan Amir Fatah memproklamasikan berdirinya TII. Dan menyatakan bagian dari gerakan Karto Suwiryo. Melalui operasi Guntur pada tahun 1954 Pemerintah berhasil menumpas gerakan Amir Fatah.
        2. Di daerah Kebumen, pemimpin gerakan didaerah ini adalah Mohammad Mahtu’fah Abdurahman (Kyai Somalangu). Untuk menanggulanginya dibentuk pasukan Banteng Raiders dan melakukan Operasi Banteng Negara serta operasi Guntur.
        3. Magelang dan Kudus. Gerakan di daerah tersebut dilakukan oleh Batalyon 426 dan ditambah dengan bergabungnya perusuh-perusuh Merapi Merbabu Complex (MMC). Mereka juga berhasil ditumpas melalui Operasi Merdeka Timur oleh Brigade Pragolo pimpinan Letkol Soeharto pada tahunb 1952 dan pembersihan sisa-sisa anggota DI/TII dilakukan oleh pasukan Banteng Raiders. Pada tahun 1954, Jawa Tengah benar-benar bersih dari Gerombolan DI/TII.
 
    c. Sulawesi Selatan
        Di bawah pimpinan Kahar Muzakar pada bulan Agustus 1951 menyatakan bahwa daerah Sulawesi Selatan adalah bagian dari Negara Islam Indonesia di bawah pimpinan Karto Suwiryo. Hal ini disebabkan karena penolakan pemerintah untuk menempatkan laskar—laskar pejuang yang ada di Sulawesi Selatan yang tergabung dalam Komado Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) dengan pimpinan Kahar Muzakar ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS).
        Keinginan Kahar Muzakar agar semua anggota KGSS masuk dalam APRIS dengan nama Brigade Hasanudin. Oleh pemerintah diambil kebijakan semua anggota KGSS masul dalam Corps Cadangan Nasional dan Kahar Muzakar diangkat sebagai pemimpin dengan pangkat Letnan Kolonel.
Pada tanggal 3 Februari 1965 Kahar Muzakar tertembak mati.
 
    d. Gerakan DI/TII Aceh
        Gerakan tersebut dipimpin oleh Daud Beureuh. Latar belakang dari geralam ini adalah diubahnya status Daerah Istimewa Aceh menjadi sebuah karisidenan di bawah Provinsi Sumatera Utara. Yang ditentang oleh Daud Beureuh yang pada saat perang Kemerdekaan menjabat sebagai Gubernur Militer Daerah Istimewa Aceh. Karena tidak tercapai kesepakatan pada 20 September 1953 Daud Beureuh mengeluarkan maklumat tentang penyatuan Aceh ke dalam negara Islam Indonesia pimpinan Kartosuwiryo, kemudian berhasil menguasai kota-kota penting di Aceh.
        Pemerintah berupaya untuk menyelesaikan dengan cara operasi militer tetapi tidak berhasil karena medan yang sulit dan pengaruh Daus Beureuh yang kuat di rakyat Aceh. Oleh karena itu Panglima Kodam I Iskandar Muda, Kolonel Muhamad Yasin, memprakarsai Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh pada tanggal 17 – 28 Desember 1962. Pertemuan tersebut berhasil mengakhiri gerakan DI/TII di Aceh.
 
2. Pemberontakan APRA di Bandung 1950
        Angkatan Perang Ratu Adi (APRA) dipimpin oleh Kapten Raymond Westerling yang didalangi oleh Sultan Hamid II dan kolonialisme Belanda yang berkedok kepercayaan rakyat akan datangnya ratu adil. Mereka mengajukan tuntutan agar diakui menjadi negara federal dan memiliki militer tersendiri di tiap-tiap negara bagian. Gerakan ini mengultimatumkan pemerintah dan mengadakan serangan ke kota Bandung dan menembaki anggota TNI, serta menguasai markas staf Divisi Siliwangi, serta bermaksud menculik semua menteri serta akan membunuh Menteri Pertahanan dan Keamanan yaitu Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
        Untuk mengatasi, pemerintah RIS mengerahkan bala bantuan dari kesatuan polisi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada tanggal 24 Januari 1950 dalam pertempuran daerah Jawa Barat, pasukan TNI dapat menumpas gerombolan APRA, Westerling melarikan diri ke Jakarta kemudian ke Malaysia dan anak buahnya membubarkan diri.
 
3. Pemberontakan Andi Azis 1950
        Pemberontakan Andi Azis dilatarbelakangi oleh kabar datangnya pasukan APRIS dan unsur TNI Jawa ke Makasar untuk menyelesaikan masalah NII, membuat Kapten Adi Azis dari pasukan KNIL menyusun gerakan untuk menentang kedatangan pasukan APRIS dan mempertahankan NII. Pada tanggal 5 April 1950 gerombolan Andi Azis mengadakan penyerangan ke markas TNI di Makasar dan menduduki tempat-tempat penting. Beberapa prajurit TNI ditawan termasuk perwira Letkol A.J. Mokoginto.
        Karena ultimatum pemerintah tidak diindahkan oleh Andi Azis, maka dikirimlah pasukan ekspedisi di bawah pimpinan Kolonel AE Kawilarang dan terjadilah kontak senjata. Pada tanggal 8 Agustus 1950 terjadi perundingan dan keluarlah kesepakatan antara Mayor Jenderal Scheffellaar dengan Kolonel AE Kawilarang yaitu dihentikannya tembak menembak. Pasukan KNIL/KL meninggalkan Makasar dan menyerahkan semua senjata. Akhirnya Andi Azis tertangkap dan diadili di depan Mahkamah Militer. Ia dijatuhi hukuman 15 tahun penjara.
        Faktor-faktor yang menyebabkan pemberontakan ini adalah sebagai berikut:
        a. Menuntut agar pasukan bekas KNIL saja yang bertanggung jawab atas keamanan di Negara Indonesia Timur.
        b. Menentang masuknya pasukan APRIS dari TNI.
        c. Mempertahankan tetap berdirinya Negara Indonesia Timur.
 
4. Pemberontakan RMS 1950
        Pada tanggal 25 April 1950 Mr. Christian Robert Steven Soumoukil memproklamasikan berdirinya negara Republik Malukan Selatan (RMS). Ia tidak setuju dengan pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam mencari anggota RMS menggunakan cara teror, mengancam dan menghasut, sehingga pemerintah menyatakan negara Indonesia dalam keadaan bahaya.
        Pemerintah berusaha menyelesaikan masalah dengan jalan damai melalui Dr.Leimena. Karena tidak berhasil kemudian dikirimkan pasukan ke Maluku yang dipimpin oleh Kolonel Kawilarang.
        Dalam pertempuran memperebutkan benteng New Victoria Letkol Slamet Riyadi tertembak dan gugur. Pada tanggal 28 September 1950 pasukan ekspedisi mendarat di Ambon dan bagian Utara pulau itu berhasil di kuasai. Tanggal 2 Desember 1964 Dr.Soumoukil berhasil ditangkap, selanjutnya tanggal 21 April 1964 diadili oleh Mahkamah Militer Laut Luar Biasa dan dijatuhi hukuman mati.
 
5. PRRI/PERMESTA
        Beberapa panglima militer di Sumatera Barat mendirikan dewan Banteng sebagai wujud rasa tidak puas terhadap dana pembangunan di daerah yang dirasa kurang adil. Gerakan ini disusul oleh munculnya dewan-dewan lainnya. Letkol Ahmad Husein beserta pimpinan lain mengambil alih kekuasaan pemerintah setempat. Gerakan ini dikenal dengan sebutan PRRI/Permesta. Pada tanggal 10 Februari 1958 mereka memberi ultimatum pemerintah, dalam waktu 5 x 24 jam kabinet Juanda harus mundur.
        Tanggal 12 Februari 1958. KASAD A.H.Nasution membekukan Komandi Daerah Sumatra di bawah KASAD. Pada tanggal 15 Februari 1958 Ahmad Husein memproklamirkan berdirinya PRRI/Permesta dengan Perdana Menterinya Safrudin Prawiranegara.
Untuk menumpas pemberontakan PRRI/Permesta dilaksanakan operasi gabungan yang terdiri atas unsur-unsur darat, laut, udara dan kepolisian.                 Serangkaian operasi yang dilakukan adalah sebagai berikut :
        1. Operasi Tegas dengan sasaran Riau dipimpin oleh Letkol Kaharudin Nasution. Tujuan mengamankan instalasi dan berhasil menguasai Kota Pekanbaru pada tanggal 12 Maret 1958.
        2. Operasi 17 Agustus dengan sasaran Sumatera Barat dipimpin oleh Kolonel Ahmad Yani. Berhasil menguasai Kota Padang pada tanggal 17 April 1958 dan menguasai Bukittinggi 21 Mei 1958.
        3. Operasi Saptamarga dengan sasaran Sumatera Utara dipimpin oleh Brigjen Jatikusumo.
        4. Operasi Sadar dengan sasaran Sumatera Selatan dipimpin oleh Letkol Dr. Ibnu Sutowo.
        5. Sedangkan untuk menumpas pemberontakan Permesta, dilancarkan operasi gabungan dengan  nama Merdeka di bawah pimpinan Letkol Rukminto Hendraningrat, yang terdiri dari berikut ini:
        a. Operasi Saptamarga I dengan sasaran Sulawesi Utara bagaian Tengah, dipimpin oleh Letkol Sumarsono.
        b. Operasi Saptamarga II dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Selatan, dipimpin oleh Letkol Agus Prasmono.
        c. Operasi Saptamarga III dengan sasaran Kepulauan sebelah Utara Manado, dipimpin oleh Letkol Magenda.
        d. Operasi Saptamarga IV dengan sasaran Sulawesi Utara, dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendraningrat.
        e. Operasi Mena II dengan sasaran merebut Lapangan Udara Morotai, sebelah utara Halmahera, dipimpin oleh Letkol KKO Humholz.
 
6. Pemberontakan PKI Madiun 1848
        Peristiwa Madiun adalah sebuah konflik kekerasan yang terjadi di Jawa Timur bulan September – Desember 1948 antara pemberontak komunios PKI dan TNI. Peristiwa ini diawali dengan diproklamasikannya Republik Soviet Indonesia pada tanggal 18 September 1948 di Madiun oleh Muso, seorang tokoh Partai Komunis Indonesia dengan didukung pula oleh Menteri Pertahanan saat itu, Amir Sjarifuddin.
        Kecaman Amir Sjarifuddin terhadap hasil perjanjian Renville menyusun kekuatan di dalam Front Demokrasi Rakyat (FRD) dibentuk pada tanggal 26 Februari 1948 di Surakarta yang menyatukan semua golongan sosialis kiri dan komunis. Kekuatan PKI makin bertambah besar setelah kedatangan Muso dari Uni Soviet. Pada bulan Mei 1948 bersama Suripno, Wakil Indonesia di Praha, Muso, kembali dari Moskwa, Uni Soviet. Tanggal 11 Agustus, Muso tiba di Yogyakarta dan segera menempati kembali posisi pimpinan Partai Komunis Indonesia. Banyak politisi sosialis dan komandan pasukan bergabung dengan Muso, antara lain Amir Sjarifuddin Harahap, dr. Setiadji dan kelompok diskusi Patuk.
        Muso menyusun doktrin PKI dengan nama “Jalan Baru” dengan dibentuknya Front anti imperialisme. Untuk menjamin kelangsungann Front Nasional perlu dibentuk Kabinet Front Nasional yang terdari atas PKI, Partai Sosialis, dan Partai Buruh Indonesia. Selain itu, didukung pula oleh Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI).
        Insiden di Delanggu menjadi insiden bersenjata di Kota Surakarta antara pendukung FDR dengan Kelompok Tan Malaka yang bergabung dalam Gerakan Revolusi Rakyat (GRR), maupun dengan pasukan hijrah TNI. Insiden-insiden memang telah direncanakan oleh PKI yang bertujuan daerah Surakarta dijadikan daerah kacau (wild west), sedangkan daerah Madiun dijadikan basis gerilya. Aksi PKI memuncak pada tanggal 18 September 1948 dengan ditandai para tokoh PKI mengumumkan berdirinya Soviet Republik Indonesia.tindakanitu bertujuan untuk meruntuhkan Republik Indonesia hasil Proklamasi 17 Agustus 1945 yang berdasarkan Pancasila dan menggantikannya dengan ajaran Komunis. Panglima Besar Jenderal Sudirman langsung mengeluarkan perintah untuk merebut Madiun kembali. Panglima Besar Jenderal Sudirman segera memerintahkan Kolonel Gatot Subroto dari Jawa Tengah dan Kolonel Sungkono dari Jawa Timur untuk memimpin penumpasan terhadap kaum pemberontak. Kekuatan pasukan Kolonel pendukung Muso digempir dari dua arah. Dari barat oleh pasukan Divisi II dibawah pimpinan Kolonel Gatot Subroto, yang diangkat menjadi Gubernur Militer Wilayah II (Semarang-Surakarta) tanggal 15 September 1948, serta pasukan dari Divisi Siliwangi, sedangkan dari timur diserang oleh pasukan dari Divisi I, dibawah pimpinan Kolonel Sungkono, yang diangkat menjadi Gubernur Militer Jawa Timur, tanggal 19 September 1948, serta pasukan Mobile Brigade Besar (MBB) Jawa Timur, di bawah pimpinan M.Yasin.
        Muso tertembak mati, Amir Sjarifuddin berhasil ditangkap di hutan Ngrambe, Grobogan, Purwodadi dan kemudian dihukum mati di Yogyakarta. Pemberontakan PKI di Madiun telah berhasil ditumpas, namun bangsa Indonesia masih harus menghadapi Belanda yang berusaha menegakkan kembali pemerintahannya di Indonesiia.
 
7. Peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G 30S/PKI)
        PKI merupakan partai komunis yang terbesar di seluruh dunia, di luar Tiongkok dan Uni Soviet. Organisai PKI meliputi pergerakan pemuda, PKI juga mengontrol pergerakan serikat buruh dan pergerakan petani (Barisan Tani Indonesia). Termasuk pergerakan wanita (Gerwani), organisai penulis dan artis dan pergerakan sarjananya. PKI mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan pendukung.
        Kebijakan paham  komunis selalu menciptakan dictator proletar dengan jalan kekerasan/kudeta.
    1. Perkembangan PKI pada Masa Demokrasi Terpimpin
        Faktor-faktor pendorong meluasnya pengaruh PKI dalam masyarat adalah sebagai berikut :
        • Pemerintah membubarkan Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI) sebagai kekuatan politik pesaing PKI pada bulan Agustus.
        • Kondisi ekonomi yang makin menurun dimanfaatkan oleh PKI untuk membangun simpati terutama di kalangan masyarakat bawah.
        • Keberhasilan PKI memobilisasi para buruh, petani, nelayan, pedagang kecil dan pegawai rendahan dengan menjanjikan untuk mendapatkan kenaikan pendapatan.
        • Pada akhir tahun 1963 PKI melakukan gerakan aksi sepihak dengan kekerasan terutama di Bali, dan Sumatera Utara dengan mengambil alih tanah milik petani kaya serta perkebunan milik pemerintah untuk dibagikan kepada para petani pendukung PKI.
Dari tahun 1963, kepemimpinan PKI makin lama makin berusaha memprovokasi bentrokan-bentrokan antar antivis massanya dengan polisi dan militer. Pemimpin-pemimpin PKI juga menginfiltrasi polisi dan tentara dengan slogan “kepentingan bersama” polisi dan “rakyat”. Pemimpin PKI DN. Aidit mengilhami slogan “Untuk Ketentraman Umum Bantu Polisi”. Di bulan Agustus 1964, Aidit menganjurkan semua anggota PKI membersihkan diri dari “sikap-sikap sektarian” kepada angkatan bersenjata, mengimbau semua pengarang dan seniman sayap kiri untuk membuat “massa tentara” subyek karya-karya mereka.
        Diakhir 1964 dan permulaan 1965 ribuan petani bergerak merampas tanah yang bukan hak mereka atas hasutan PKI. Bentrikan-bentrokan besar terjadi antara mereka dan polisi dan para pemilik tanah.
Bentrikan-bentrokan tersebut dipicu oleh propaganda PKI yang menyatakan bahwa petani berhak atas setiap tanah, tidak  peduli tanah siapa pun (milik negara = milik bersama). Kemungkina besar PKI meniru revolusi Bolsevik di Rusia, di mana di sana rakyat dan partai komunis menyita milik Tsar dan membagi-bagikannya kepada rakyat.
        Pada permulaan 1965, para buruh mulai menyita perusahaan-perusahaan karet dan minyak milik Amerika Serikat.
Akibat tindakan PKI tersebut muncul pro dan kontra terhadap PKI. Pro PKI adalah organisasi Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lektra) sebagai kelompok seniman dan budayawan pendukung PKI. Sedangkan kontra PKI adalah sebagai berikut :
        • Kelompok anti-Lektra (PKI) dengan manifesto Kebudayaan (Manikebu dibubarkan).
        • Partai Murba (dibubarkan pemerintah September 1964)
        • Badan Pendukung Sukarnoisme (BPS) anggota para wartawan yang dipimpin oleh Adam Malik (aktivitasnya dilarang pemerintah pada bulan Desember 1964)
        Dengan demikian PKI semakin kuat menanamkan pengaruhnya. PKI juga berhasil mempengaruhi prajurit ABRI, baik di tubuh Angkatan Darat, Laut, Udara maupun Kepolisian.
 
    2. Perluas Pengaruh PKI
        Langkah-langkah yang dilakukan PKI untuk memperluas pengaruhnya di tengah-tengah masyarakat dilakukan, antara lain sebagai berikut :
        • Melakukan aksi demonstrasi dan membuat selebaran-selebaran yang bersifat menghasut dan memfitnah.
        • Melakukan aksi kekerasan, seperti penganiayaan terhadap para kader Pelajar Islam Indonesia (PII) yang terjadi di Kediri.
        • Berusaha mewujudkan ide pembentukan Angkatan Kelima di luar struktur ABRI dan Kepolisian yang nantinya akan diisi oleh para kader PKI.
        • Mendukung sikat pemerintah RI yang keluar dari keanggotaan PBB dengan alasan semua keputusan PBB terlalu didominasi oleh blok kapitalis-imperialis yang merupakan musuh komunis di manapun di seluruh dunia.
 
    3. Persiapan Pemberontakan PKI
        Dalam usaha menyusun kekuatan dan merebut kekuasaan, PKI melakukan serangkaian kegiatan, sebagai berikut :
        • Membentuk blok khusus dengan Ketua Syam Kamaruzaman, tugasnya merancanag dan mempersiapkan perebutan kekuasaan dan melakukan infiltrasi ke dalam tubuh ABRI, organisasi politik, dan organisasi massa.
        • Melakukan aksi sepihak, sabotase, dan aksi terror. Untuk meningkatkan situasi revolusioner sebagai persiapan untuk melakukan kudeta.
        • Melakukan aksi fitnah.
        Isu Dewan Jendral : Pada saat-saat yang genting sekitar bulan September 1965, muncul isu adanya Dewan Jendral yang mengungkapkan adanya beberapa petinggi Angkatan Darat yang tidak puas terhadap Soekarno dan berniat untuk menggulingkannya.
        Isu Dokumen Gilchrist yang diambil dari nama duta besar Inggris untuk Indonesia, Andrew Gilchrist yang seolah-olah memberikan laporan kepada Duta Besar Amerika mengenai situasi di Indonesia. Di dalam Dokumen ditemukan kata-kata “Our local army friends” yang oleh PKI ditafsirkan bahwa didalam tubuh TNI AD sebuah Dewan Jendral yang bertugas menilai kebijakan Presiden. Merupakan tuduhan pada tubuh TNI AD. Dokumen ini, yang oleh beberapa pihak disebut sebagai pemalsuan oleh intelejen Ceko di bawah pengawasan Jenderal Agayant dari KGB Rusia, menyebutkan adanya “Teman Tentara Lokal Kita” yang mengesankan bahwa perwira-perwira Angkatan Darat telah dibeli oleh pihak Barat.
        Kesempatan yang sangat menguntungkan bagi PKI untuk melebarkan sayap dan menanamkan pengaruh mereka adalah munculnya ide Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunis) yang dicanangkan oleh Presiden Soekarno, sehingga tahun 1962, D.N. Aidit duduk menjadi anggota Kabinet sebagai Menteri Negara. Sampai tahun 1965 anggota PKI berkembang pesat dan menjadi partai terbesar di Indonesia dengan jumlah anggota sekitar 20 juta orang. Organisasi masa (Ormas) yang berada di bawah naungan PKI antara lain, Barisan Tani Indonesia (BTI), Central Gabungan Mahasiswa Indonesia (CGMI), dan Himpunan Sarjana Indonesia (HSI). Di samping itu, mereka membentuk Pemuda Rakyat (PR) dan Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani).
        Pada akhir Desember 1964 ditemukan dokumen mengenai rencana perjuangan PKI untuk merebut kekuasaan di Indonesia. Tetapi PKI membantah kebenaran dokumen itu di antara perwira ABRI yang telah terbina dalam organisasi PKI menjelang aksi 30 September 1965, antara lain, Brigjen Suparjo dan Letkol Untung dari Angkatan Darat, Letkol Heru Atmojo dari Angkatan Udara, Kolonel Sunardi dari Angkatan Laut, Kolonel Anwar dari Kepolisian.     Perebutan kekuasaan dibagi dalam dua tahap :
        a. Tahap pertama, dengan menyingkirkan para pemimpin Angkatan Darat dan membentuk pemerintahan Nasakom berupa Dewan Revolusi dengan mendemisioner kabinat yang ada.
        b. Tahap kedua, yaitu dengan perebutan kekuasaan dan mengganti dasar negara Pancasila dan UUD 1945 dengan ajaran Komunis.
 
    4. Perebutan Kekuasaan oleh PKI
        Situasi yang dimanfaatkan untuk melakukan perebutan kekuasaan adalah sebagai berikut :
        a. Keadaan ekonomi Indonesia yang buruk menyebabkan rakyat menderita hidupnya. Dengan janji dan aksi sebagai pembela rakyat, PKI memperoleh pengaruh besar.
        b. Politik Luar Negeri Indonesia yang makin cenderung ke negara sosialis khususnya RRC memperkuat kedudukan PKI secara internasional.
        c. Seluruh daya dan perhatian bangsa Indonesia saat itu diarahkan ke luar dalam rangka menghadapi konfrontasi dengan Malaysia.
        Pada jam 22.00 WIB, tanggal 30 September 1965, PKI mengadakan pemberontakan Gerakan mereka dinamakan Gerakan 30 September dibagi atas tiga kelompok tugas :
        a. Komando Penculikan dan Penyergapan dipimpin oleh Lettu Dul Arief (Pasukan Pasopati).
        b. Komando Pengusaan Kota dipimpin oleh Kapten Suradi (Pasukan Bima Sakti).
        c. Komando Basis dipimpin oleh Mayor (Udara) Gatot Sukresna (Pasukan Gatotkaca).
        Komando Penculikan dan Penyegapan berhasil menculik dan membawa ke lubang buaya,yaitu: Letjen A. Yani, Mayjen Suprapto, Mayjen S. Parman, Brigjen Sutoyo, Mayjen Haryono M.T, dan D.I. Panjaitan. Jenderal Nasution yang dapat meloloskan diri. Namun putrinya Ade Irma Suryani dan ajudannya, Lettu Piere Tendean manjadi korban keganasan PKI.
        Komando Pengusaan Kota mengadakan steling di pusat Kota Jakarta, di Lapangan Monas dan berhasil menguasai gedung RRI. Dari RRI inilah pada tanggal 1 Oktober 1965 disiarkan pengumuman dan Komandan G-30-S/PKI, Letkol Untung yang menyatakan bahwa sejumlah Jenderal dari TNI AD telah berkomplot dalam satu organisai yang bernama Dewa Jenderal. Organisai Dewan Jenderal dikendalikan Badan Intelijen Amerika Serikat, CIA (Central Intelligence Agency) dengan tujuan merebut kekuasaan negara. Komplotan itu dapat digagalkan oleh gerakan yang dipimpin oleh Letkol Untung.      Diumumkan juga tentang dikuasainya alat komunikasi serta bangunan penting lainnya dan Presiden Soekarno berada dalam keadaan selamat atas perlindungan Gerakan 30 September.
        Dalam siaran berikutnya, diumumkan bahwa pangkat tertinggi adalah Letnan Kolonel. Sementara itu, Komandan Basis menunggu di Lubang Buaya dengan tugas mengendalikan operasi sambil mengkoordinir para Pemuda Rakyat dan Gerwani dalam melakukan investigasi terhadap para perwira TNI AD yang berhasil dibawa hidup-hidup oleh Pasukan Pasopati.
Setelah terdengar siaran pertama G-30-S/PKI, Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad), Mayjen Soeharto mulai menganalisa dan mempelajari situasi serta menyusun langkah-langkah penumpasan pemberontakan G-30-S/PKI secara sistematis. RRI berhasil direbut kembali oleh RPKAD sehingga pukul 20.00 WIB tanggal 1 Oktober 1965 dapat digunakan untuk menjelaskan kepada seluruh rakyat Indonesia telah terjadi tindakan pengkhinatan oleh G-30-S/PKI dan penculikan beberapa perwira tinggi TNI AD.
 
    5. Penumpasan G-30-S/PKI
        Berita G-30-S/PKI membuat rakyat bingung, sementara keadaan Kepala Staf Angkatan Darat Bersenjata dan Menteri/Panglima AD belum diketahui. Sehingga pemimpin Angkatan Darat diambil oleh Panglima Kostrad Mayjen Soeharto yang memimpin penumpasan terhadap aksi G-30-S/PKI. Langkah yang diambil adalah sebagai berikut :
        a. Menetralisir dan menyadarkan kesatuan-kesatuan yang terpengaruh G-30-S/PKI.
        b. 1 Oktober 1965 (sore) merebut studio RRI pusat dan kantor PT. Telkom yang dipimpin oleh Kolonel Inf. Sarwo Edhi Wibowo.
        c. Mayjen Soeharto melalui RRI mengumumkan sebagai berikut, bahwa :
            1) G-30-S/PKI merupakan pemberontakan untuk merebut kekuasaan.
            2) 6 Perwira Angkatan Darat telah diculik PKI.
            3) Presiden Soekarno dalam keadaan aman dan selamat.
            4) Rakyat diminta tetap tenang dan waspada.
        d. Tanggal 2 Oktober 1965 pagi hari berhasil menguasai Lubang Buaya dekat Pangkalan Halim Perdana Kusuma.
        e. Tanggal 4 Oktober 1965 dilakukan pengangkatan terhadap seluruh jenasah Perwira TNI AD adri sumur Lubang Buaya.
        f. Tanggal 5 Oktober hari ABRI dilakukan pemakaman terhadap korban kekejaman G-30-S/PKI di Taman Makam Pahlawan Kalibata dan dianugerahi gelar Pahlawan Revolusi serta tanggal 1 Oktober 1965 dijadikan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
        g. Operasi pembersihan terhadap tokoh-tokoh G-30-S/PKI, yaitu berhasil menangkap Kolonel Latif di Jakarta (9 Oktober 1965), Letkol Untung di Tegal (11 Oktober 1965), D.N. Aidit Ketua PKI tertembak mati di Surakarta tanggal 24 November 1965.
        Tanggal 12 Januari 1966 dengan dipelopori KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia) yang tergabung dalam Front Pancasila melancarkan aksi di halaman gedung DPRGR dengan mengajukan TRITURA (Tiga Tuntutan Rakyat) yang berisi : Bubarkan PKI, Bebaskan Kabinet dari unsur-unsur PKI, dan Turunkan harga atau perbaikan ekonomi.
        Pada aksi demonstrasi tanggal 24 Februari 1966 seorang mahasiswa Arif Rahman Hakin gugur dan kemudian diangkat menjadi Pahlawan Ampera yang dikukuhkan dalam Tap MPRS No.XXIX/MPRS/1966.
        Kegagalan G-30-S/PKI itu menyebabkan tokoh-tokoh yang terlibat ataupun yang menjadi dalam gerakan tersebut melarikan diri ke luar kota. Dengan demikian, daerah ibukota telah dikuasai kembali oleh pemerintah RI yang sah.