PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAN POLITIK INDONESIA 1945 – 1950

04/05/2012 10:26

A. PENATAAN KEHIDUPAN EKONOMI

I. PENATAAN KEHIDUPAN EKONOMI DAN POLITIK

    Pada awal Kemerdekaan RI, Kehidupan ekonomi Indonesia sangat sulit. Indonesia belum memiliki mata uang sendiri dan masih menggunakan mata uang Jepang dan NICA. Kondisi demikian tidak jelas dan tidak menguntungkan bagi negara kita. Untuk memecahkan masalah-masalah ekonomi diusahakan antara lain:

a. Oeang Republik Indonesia (ORI)
    Oeang Republik Indonesia (ORI) dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1946. Undang-Undang ini dikeluarkan pada tanggal 1 Oktober 1946. Untuk pengaturan penukaran uang rupiah Jepang, diatur berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 1946 yang dikeluarkan tanggal 25 Oktober 1946. Ketentuannya adalah sebagai berikut:
1) Limapuluh rupiah uang Jepang disamakan dengan satu rupiah ORI
2) Di luar Jawa dan Madura, seratur rupiah uang Jepang sama dengan satu rupiah ORI
Selain ketentuan tersebut, UU Nomor 19 Tahun 1946 khususnya pasal 1 juga menentukan bahwa menentukan setiap sepuluh rupiah ORI bernilai sama dengan emas murni seberat 5 gram.

b. Nasionalisasi de Javasche Bank menjadi Bank Indonesia

    Sebagai negara yang baru merdeka, Indonesia tentu saja mengalami banyak kekurangan. Salah satu kekurangan yang melanda pemerintah RI adalah bidang moneter (keuangan). Hal ini disebabkan karena saat itu ekspor Indonesia masih mengandalkan hasil-hasil perkebunan, sedangkan sektor-sektor lainnya sangat kurang. Di lain pihak, perusahaan-perusahaan swsasta besar saat itu dan bank ada pada umumnya masih dikuasai oleh orang-orang Belanda.
    Untuk mengatasi krisis keuangan tersebut, pemerintah RI sejak masa Kabinet Sukiman telah mengupayakan penasionalisasian bank milik Belanda bernama de Javasche Bank. Atas dasar hal tersebut dikeluarkan Undang-Undang Nasionalisasi de Javasche Bank No.24/1951, tanggal 5 Desember 1951. Perubahan nama de Javasche Bank menjadi Bank Indonesia (BI) yang berfungsi sebagai Bank Sentral dan Bank Sirkulasi terjadi setelah dikeluarkannya UU No.11/1953 dan lembaran negara Nomor 40 tentang UU Pokok Bank Indonesia yang mulai berlaku tanggal 1 Juli 1953.
    Dalam perkembangan semua bank-bank yang dikuasai pemerintah diintegrasikan menjadi Bank Negara Indonesia (BNI). Selain itu pemerintah RI mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu) nomor 2 tahun 1946 pada tanggal 5 Juli 1946 tentang pendirian Bank Negara Indonesia (BNI). BNI merupakan bank umum pertama milik pemerintah yang diresmikan pada bulan Agustus 1946.
    Bank itu lebih dikenal dengan sebutan Bank Negara Indonesia (BNI) 1946. Untuk mengelola bank tersebut, pemerintah mengangkat Margono Djojohadikusumo sebagai gubernur bank yang pertama.

c. Pembentukan Planning Board
    Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) dibentuk tanggal 19 Januari 1947 atas inisiatif dr. A.K. Gani (Menteri Kemakmuran). Badan ini merupakan badan tetap yang bertugas membuat rencana pembangunan ekonomi untuk jangka waktu 2 sampai 3 tahun. Sesudah Badan Perancang bersidang dr. A.K. Gani mengumumkan Rencana Pembangunan sepuluh tahun.

d. Rencana Kasimo (Kasimo Plan)
Program ini disusun oleh Menteri Urusan Bahan Makanan I.J. Kasimo. Pada dasarnya program ini berupa Rencana Tiga Tahun, dari 1948 – 1950, mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Untuk meningkatkan produksi bahan pangan dalam program ini. Kasimo menyarankan agar:
1) menanami tanah-tanah kosong di Sumatera Timur seluas 281.277 ha.
2) di Jawa dilakukan intensifikasi dengan menanam bibit unggul.
3) pencegahan penyembelihan hewan-hewan yang berperan penting bagi produksi pangan.
4) di setiap desa dibentuk kebun-kebun bibit.
5) transmigrasi.

e. Sistem Ekonomi Gerakan Benteng
    Sistem Ekonomi Gerakan Benteng adalah satu cara perbaikan struktur ekonomi kolonial kearah ekonomi nasional melalui gerakan kondfrontasi ekonomi. Tujuan utama dilaksanakannya sistem ekonomi ini adalah untuk melindungi para pengusaha pribumi dari persaingan dengan pengusaha-pengusaha non pribumi, dalam pembangunan ekonomi bangsa. Program ekonomi Benteng ini dimulai pada bulan April 1950 sampai tahun 1953. Penggagas sistem ekonomi ini adalah Prof.Dr.Sumitro Djojokusumo ketika menjabat sebagai Menteri Perdagangan pada Kabinet Natsir.
    Banyak pengusaha pribumi yang mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah agar lebih maju dan berkembang berdasarkan sistem ekonomi ini. Selama tiga tahun masa penerapan gerakan Benteng kurang lebih 700 perusahaan pribumi telah diberi kredit.
    Namun, walaupun bimbingan dan bantuan kredit telah diberikan, tetap saja para pengusaha pribumi ini tertinggal dari pengusaha-pengusaha non pribumi yang memiliki wawasan labih maju dan tinggi. Disamping itu para pengusaha pribumi dinilai lamban dan banyak menyalahgunakan bantuan pemerintah itu. Dengan demikian, program pemerintah berupa Gerakan Benteng dinilai gagal. Kegagalan inilah yang menjadi salah satu penyebab meningkatnya defisit anggaran belanja Negara terutama pada tahun 1951 dan 1952 yang masing-masing mencapai 1,7 miliar rupiah dan 3 miliar rupiah.

f. Sistem Ali-Baba
    Sistem Ali-Baba diperkenalkan oleh Mr. Iskala Tjokrohadisuryo (Menteri Perekonomian). Sistem ini merupakan bentuk kerjasama ekonomi antara pengusaha pribumi (Ali) dengan pengusaha Cina (Baba). Sistem ekonomi lebih menekankan pada kebijaksanaan Indonesianisasi, yakni kebijakan yang mendorong tumbuh dan berkembangnya pengusaha-pengusaha swasta nasional pribumi. Adapun langkah-langkah yang ditempuhnya adalah sebagai berikut:
1) mengharuskan kepada pengusaha asing untuk melatih dan memberikan tanggung jawab kepada tenaga-tenaga bangsa Indonesia untuk menduduki jabatan staf.
2) mendirikan perusahaan-perusahaan negara.
3) menyediakan kredit dan lisensi baru bagi perusahaan-perusahaan swasta nasional, dan
4) memberikan perlindungan agar perusahaan-perusahaan nasional itu mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing.

    Dalam rangka ini pemerintah menyediakan bantuan berupa kredit dari Bank. Namun sistem ini juga mengalami kegagalan. Hal ini disebabkan karena:
a) Pengusaha non pribumi lebih berpengalaman daripada pengusaha pribumi.
b) Pengusaha pribumi hanya dijadikan alat oleh pengusaha non pribumi untuk memperoleh bantuan kredit.
c) Pengusaha pribumi ternyata belum mampu bersaing dengan pengusaha non pribumi.

II. Penataan Kehidupan Politik

    Pemerintah Republik Indonesia yang baru terbentuk pada tanggal 17 Agustus 1945 dihadapan pada tantangan dengan kedatangan Belanda yang membonceng pasukan sekutu Inggris. Oleh karena itu, terjadilah konflik Indonesia Belanda.


a. Pertempuran Surabaya
    Perebutan Kekuasaan dan sejata dari tangan Jepang dimulai sejak tanggal 2 September 1945 di Surabaya. Pada tanggal 25 Oktober 1945, Brigade 49 dibawah pimpinan Brigadir Jendral A.W.S. Mallaby mendarat di Surabaya dan melakukan pertemuan dengan wakil-wakil pemerintah RI yang menghasilkan kesepakatan. Dalam perkembangannya pihak Inggris mengingkari janjinya. Tanggal 26 Oktober 1945 melakukan penyerbuan kepenjara Kalisosok.    Tindakannya dilanjutkan dengan menduduki Pangkalan Udara Tanjung Perak, Kantor Pos Besar, Gedung Interario dan objek-objek vital lainnya. Karena itu para pemuda melakukan serangan terhadap kedudukan Inggris, tanggal 28 Oktober 1945 kedudukan Inggris bertambah kritis, beberapa objek vital dapat direbut kembali oleh para pemuda dalam penyerangan itu dikabarkan Jendral Mallaby tewas. Usaha berunding dilakukan dan menghasilkan kesepakatan penghentian kontak senjata, Inggris mengakui kedaulatan RI.
    Tanggal 9 November 1945 tanpa berunding pimpinan sekutu mengeluarkan ultimatum bahwa semua pimpinan dan rakyat Indonesia yang bersenjata harus melapor dan menyerahkan senjata ditempat yang ditentukan. Sehingga tanggal 10 November 1945 pecahlah pertempuran Surabaya.


b. Pertempuran Lima Hari di Semarang
    Pertempuran lima hari di Semarang diawali dengan kedatangan pasukan Inggris yang membonceng pasukan Belanca (NICA). Pertempuran tersebut diawali dengan Pra-Veteran Angkatan Laut Jepang yang akan diperkerjakan untuk mengubah pabrik Gula Cepiring menjadi pabrik senjata mereka. Mereka menyerang polisi yang mengawal mereka ke Semarang. Pelarian para tawanan Jepang tersebut kemudian bergabung dengan pasukan dibawah pimpinan Mayor Kido. Mereka bergerak melakukan perlawanan dengan dalih mencari dan menyelamatkan orang-orang Jepang yang tertawan.
    Pertempuran mulai pecah pada tanggal 15 Oktober 1945, Dr. Karyadi sebagai kepala laboratorium pusat rumah sakit di Semarang menjadi salah satu korban penembakan pada saat memeriksa air minum di daerah Candi. Pertempuran tersebut dapat dikuasai kembali oleh rakyat Indonesia.
Usaha perdamaian dipercepat setelah pasukan Sekutu mendarat di Semarang tanggal 20 Oktober 1945. Untuk mengenang pertempuran lima hari di Semarang didirikan sebuah tugu yang bernama Tugu Muda.


c. Pertempuran Ambarawa
    Pada tanggal 20 November 1945 di Ambarawa pecah pertempuran antara TKR dibawah pimpinan Mayor Soemarto dengan pasukan sekutu. Oleh karena itu tanggal 21 November 1945 pasukan sekutu yang ada di Magelang ditarik ke Ambarawa. Pada tanggal 12 Desember 1945 pasukan tentara kita mengadakan serangan umum untuk menggempur Ambarawa. Dalam pertempuran tersebut, gugurlah Letkol Sarbini. Pimpinan tentara kita kemudian dipegang oleh Kolonel Sudirman. Sudirman akhirnya dapat memukul mundur tentara Sekutu pada tanggal 15 Desember 1945.
    Untuk mengenang pertempuran di Ambarwa yang dimenangkan oleh tentara Indonesia, maka didirikan sebuah monumen dengan sebutan Palagan Ambarawa, dan setiap tanggal 15 Desember diperingati sebagai Hari Infantri.


d. Pertempuran Medan Area
    Terjadinya pertempuran di daerah Medan disebabkan oleh kedatangan pasukan Sekutu Inggris yang membonceng pasukan Belanda (NICA). Konflik berawal dari ulah seorang pasukan Belanca (NICA) yang menginjak lencana Merah-Putih. Hal ini menimbulkan kemarahan di kalangan pasukan pasukan pemuda laskar rakyat Indonesia, sehingga peperangan tidak dapat dihindarkan.
    Pada tanggal 9 Oktober 1945, pasukan Inggris (Gurkha) dan NICA di bawah pimpinan Brigjen T.E.D. Kelly mendarat di Medan. Pada tanggal 13 Oktober 1945 terjadi pertempuran antara pemuda dengan pasukan Belanda. Pada tanggal 10 Desember 1945, Sekutu melancarkan serangan militer secara besar-besaran.
    Hampir seluruh daerah Medan dijadikan sasaran gerakan Sekutu yang memakan banyak korban antara kedua belah pihak.


e. Bandung Lauran Api
    Pada tanggal 17 Oktober 1945 pasukan sekutu dengan dibonceng NICA memasuki kota Bandung. Pada tanggal 21 November 1945 pihak Sekutu menyampaikan ultimatum agar Bandung dikosongkan paling lambat tanggal 29 November 1945. Namun ultimatum itu tidak dipenuhi. Pada tanggal 24 Maret 1946 kota Bandung Selatan dibakar menjadi lautan api.
    Karena tentara Sekutu dan Belanda telah menguasai kota Bandung termasuk Dayeuhkolot dengan gudang mesiu, maka pemimpin tentara RI memutuskan untuk menghancurkan gudang mesiu tersebut.
    Untuk tugas itu dipilih pemuda pemberani yaitu Moh.Toha dan Ramdan. Kedua pemuda tersebut berhasil memasuki gudang mesiu dengan meledakkan bom-bom dan granat. Gudang mesiu tersebut akhirnya terbakar. Moh.Toha dan Ramdan ikut terbakar di dalamnya. Keduanya gugur sebagai bunga bangsa dan jasanya tetap dikenang sepanjang masa. Dari peristiwa tersebut seorang seniman Indonesia Ismail Marzuki tergugah untuk menciptkan lagu Halo-Halo     Bandung yang dikenal sampai sekarang sebagai lagu perjuangan.


f. Upaya Diplomatik dengan Belanda
1. Perundingan Linggarjati
    Dilaksanakan tanggal 10 November 1945 di Linggarjati, Kuningan. Delegasi RI dipimpin oleh Sutan Syahrir dan pihak Belanda dipimpin oleh Prof. Schemerhom. Pada tanggal 15 November 1946 naskah ditandatangani. Ini naskah itu berisi:
a) Pengakuan de Fakto Pemerintah Belanda terhadap RI atas Jawa, Sumatera dan Madura.
b) Pemerintah RI dan Belanda bersama-sama menyelenggaraan berdirinya sebuah Negara berdasarkan Federasi yang dinamai Negara Indonesia Serikat.
c) Pemerintah RIS akan bekerja sama dengan pemerintah Belanda membentuk Uni Indonesia – Belanda yang diketuai oleh Ratu Belanda.

2. Agresi Militer Belanda I
    Walapun Perjanjian Linggarjati telah ditandatangani, tetapi hubungan Indonesia – Belanda tidak bertambah baik. Perbendaan tafsiran tentang pasal-pasal dalam naskah Persetujuan Linggarjati menjadi pangkal perselisihan. Lebih-lebih setelah pihak Belanda secara terang-terangan melanggar gencatan senjata.
Selanjutnya pada tanggal 27 Mei 1947 pihak Belanda melalui Misi Idenburg menyampaikan nota kepada Pemerintah RI yang harus dijawab dalam waktu 2 minggu. Isi nota tersebut adalah sebagai berikut:
a. Membentuk pemerintahan peralihan bersama.
b. Hendaknya diadakan Garis Demiliterisasi.
c. Perlunay sebagian Angkatan Darat, Laut dan Udara Kerajaan Hindia Belanda tinggal di Indonesia untuk pembangunan suatu pertahanan yang modern.
d. Perlunya pembentukan alat kepollisian yang dapat melindungi kepentingan dalam dan luar negeri.
    Pada tanggal 8 Juni 1947 Pemerintah RI menyampaikan nota balasan, yang isisnya antara lain sebagai berikut:
a. Dalam masalah politik Pemerintah RI menyetujui pembentukan Negara Indonesia Timur, walaupun tidak selaras dengan Perjanjian Linggarjati.
b. Dalam bidang militer, Pemerintah RI menyetujui demiliterisasi antara daerah demarkasi kedua belah pihak. Keamanan dalam zona Bebas Militer tersebut akan diserahkan kepada polisi.
c. Mengenai pertahanan Indonesia Serikat harus dilakukan oleh tentara nasional masing-masing sehingga gendermerie (pertahanan bersama) ditolak.
    Nota balasan yang disampaikan oleh Syahrir tersebut dianggap terlalu lemah. Akibatnya semakin banyak partai-partai dalam KNIP yang menentangnya, bahkan partainya sendiri juga melepaskan dukungannya. Akhirnya Kabinet Syahrir menyerahkan kembali mandatnya kepada Presiden.
Sementara itu dengan adanya perbedaan penafsiran terhadap isi Perjanjian Linggarjati itu, pihak Belanda melanjutkan aksinya dengan melakukan Agresi Militer pada tanggal 21 Juli 1947 pukul 18.00. Dalam waktu singkat Belanda berhasil menerobos garis pertahanan TNI.

3. Perundingan Renville
    Perundingan Renville dimulai tanggal 18 Desember 1947. Delegasi RI dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin. Delegasi Belanda  dipimpin oleh R.Abulkadir Widjojoatmodjo. Hasil kesepakatan itu disebut Persetujuan Renville ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948, berisi:
1) RI menyetujui dibentuknya Negara Indonesia Serikat
2) Daerah RI yang diduduki Belanda setelah agresi tetap dikuasai Belanda sampai diselenggarakan plebisit untuk menjajaki kehendak rakyat
3) RI bersedia menarik pasukan TNI yang berada di daerah pendudukan Belanda (kantong-kantong gerilya)

4. Agresi Belanda II
    Perjanjian Renville pada akhirnya berakhir ketika Belanda menggelar Agresi Militer II pada tanggal 18 Desember 1948, ibu kota RI Yogyakarta diserbu.
Sementara Presiden dan Wakil Presiden diasingkan. TNI terus melakukan gerilya dan pada tanggal 1 Maret 1949, TNI melakukan perebutan kembali kota Yogyakarta yang dipimpin oleh Letkol Soeharto.

5. Konferensi Meja Bundar
    KMB berlangsung di DenHaag pada tanggal 23 Agustus 1949 sampai 2 November 1949. Hasil-hasil yang dicapai dalam KMB diantaranya sebagai berikut :
1) Belanda mengakui Republik Indonesia Serikat sebagai Negara-Negara yang merdeka dan berdaulat.
2) Status Karisedanan Papua akan diselesaikan dalam waktu setahun sesudah pengakuan kedaulatan.
3) Akan dibentuk Uni Indonesia – Belanda berdasarkan kerjasama sukarela dan sederajat.
4) RIS mengembalikan hal milik Belanda dan memberikan hak konsesi serta izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda.
5) RIS harus membanyar semua utang-utang Belanda yang diperebutkan sejak tahun 1942.
 

B. PERJUANGAN KEMBALI KE NEGARA KESATUAN REPUBLIK iNDONESIA

        Gerakan-gerakan untuk kembali ke Negara kesatuan tumbuh dimana-mana. Secara konstitusional memungkingkan penggabungan satu Negara bagian dengan Negara bagian yang lainnya. Hal ini diatur oleh pasal 43 dan 44 konstitusi RIS yang menentukan bahwa penggalangan itu biasa dilakukan asalkan dikehendaki oleh rakyat Negara bagian itu sendiri.
        Karena semakin kuatnya tuntutan pembubaran RIS maka pada tanggal 8 Maret 1950 dengan persetujuan parlemen. Pemerintah RI mengeluarkan Undang-Undang No.11 tahun 1950. Berdasarkan UU tersebut Negara-negara diperbolehkan bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setelah dikeluarkannya undang-undang tersebut banyak Negara-negara bagian yang menyatakan bergabung dengan NKRI seperti :
a) Negara Jawa Timur
b) Negera Pasundan
c) Negara Sumatra Selatan
d) Negara Kalimantan Timur, Tenggara dan Dayak
e) Daerah Bangka dan Belitung
f) Daerah Riau
        Beberapa daerah seperti Padang masuk ke daerah Sumatra Barat. Sabang sebagai daerah Aceh, dan Kotawaringin masuk ke wilayah RI. Sampai dengan tanggal 5 April 1950, di Indonesia hanya tinggal tiga Negara bagian, yaitu :
a) Negara Republik Indonesia (RI)
b) Negara Sumatra Timur (NST)
c) Negara Indonesia Timur (NIT)
        Pembentukan kesatuan terjadi setelah Pemerintah Negara Indonesia Timur dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selanjutnya pada tanggal 19 Mei 1950 diadakan persetujuan oleh Perdana Menteri RIS Moh.Hatta dan pihak RI diwakili oleh Perdana Menteri RI dr.Abdul Halim. Pertemuan ini menghasilkan keputusan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia akan dibentuk oleh RIS-RI di Yogyakarta.
Untuk mewujudkan rencana itu dibentuklah Panitia Gabungan RI-RIS yang bertugas merancang UUD Negara Kesatuan RI. Panitia Perancang UUDS NKRI ini diketuai oleh Menteri Kehakiman RIS Prof.Dr.Mr. Soepomo. Panitia ini berhasil menyusun Rancangan UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 20 Juli 1950. Perubahan UUD tersebut dilakukan dengan cara mengubah UUD RIS sedemikian rupa sehingga tidak merubah esensi UUD 1945 terutama pasal 27, 29 dan 33 ditambah dengan bagian-bagian yang masih dianggap baik dari UUD RIS. Selanjutnya Rancangan UUD ini kemudian diserahkan kepada perwakilan Negara-negara bagian untuk disempurnakan.
        Pada tanggal 14 Agustus 1950 Rancangan UUD itu diterima dengan baik oleh Senat dan Parlemen RIS serta KNIP. Pada tanggal 15 Agustus 1950, melalui UUD No.7 Tahun 1950, Presiden Soekarno menandatangani rancangan UUD tersebut menjadi UUD Sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia (UUDS 1950). Akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1950 dengan resmi RIS dibubarkan dan dibentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan UUDS 1950.