PERKEMBANGAN PEMERINTAH ORDE BARU

30/08/2012 13:16

A. PROSES PERALIHAN KEKUASAAN POLITIK SETELAH PERSITIWA G-30-S-1965/PKI

        Ketetapan MPR No. IX/MPR/1966 memberikan wewenang penuh kepada Mayjen Soeharto untk mengambil segala tindakan yang dinilai penting untuk menjaga kestabilan keamanan guna memperlancar jalannya revolusi. Oleh karena itu Soeharto membentuk kabinet Ampera. Kabinet ini diresmikan pada tanggal 28 juli 1966. Agenda pokok kabinet ini adalah melakasanakan pemilu, menstabilkan kondisi ekonomi dan politik Negara, serta mengadakan perbaikan dibidang sandang dan pangan. Program-program kerja Kabinet Ampera disusun pada Sidang Umum MPR yang ketiga, tahun 1966. Seluruh program kerja Kabinet Ampera terdapat dalam Catur Karya, dengan prinsip Dwi Dharma.

        Sementara itu, suasana politik Indonesia makin memanas dengan tidak disetujuinya pidato pertanggungjawaban Soekarno oleh Majelis Sidang Umum MPRS. Pidato pertanggungjawaban yang dikenal dengan nama Nawaksara itu dinilai tidak lengkap oleh majelis sidang karena tidak menceritakan peristiwa G30S/PKI dan akibat-akibatnya secara detail. Lalu, tanggal 22 Oktober 1966, MPRS mengirim nota kepada Presiden Soekarno agar beliau merevisi dan melengkapi pertanggungjawabannya. Pidato hasi revisi itu kemudian diberi nama Pelengkap Nawaksari (Pel Nawaksara). Akan tetapi Pelengkap Nawaksara itu justru membuat situasi politik bangsa menjadi semakin tegang. Ada beberapa organisasi massa dan unsur pemerintah yang menolak Pelengkap Nawaksara. Organisai tersebut misalnya, Dewan Pemimpin Daerah PNI Sulawesi Selatan, DPRD Sulawesi Selatan dan GMNI Bandung. Bahkan dalam menanggapi masalah tersebut, Koordinator Pemuda Sekretariatan bersama Golkar mengusulkan agar MPRS mengadakan Sidang Istimewa. Selanjutnya pada 7 Februari 1967, Mayjen Soeharto menerima surat dari Presiden Soekarno yang dititipkan melalui perantara Hardi, S.H. Di surat ini dilampirkan surat penugasan untuk menangani masalah sehari-hari. Mayjen Soeharto lalu membuat rancangan konsep yang akan dipakai untuk mempermudah proses penyelesaian krisis politik. Konsep itu berisi penyataan bahwa Presiden Soekarno berhalangan memimpin pemerintahan dan menyerahkan tanggung jawab kekuasaan pemerintahan kepada pemegang mandar Surat Perintah 11 Maret 1966, yakni Mayjen Soeharto.

        Lalu Mayjen Soeharto mengajukan konsep ini kepada Soekarno pada 11 Februari 1967. Ternyata, Presiden Soekarno tidak menyetujui rancangan konsep itu. Beliau keberatan dengan istilah “berhalangan’ yang terdapat dalam rancangan tersebut dan menginginkan adanya perubahan. Mayjen Soeharto kembali mengadakan pertemuan dengan para staf panglima pada 13 Februari 1967. Pada pukul 11.00, para staf panglima mengutus Jenderal Panggabean dan Jenderal Polisi Soetjipto Joedodihardjo untuk menghadap Presiden Soekarno dengan konsep yang telah diperbaiki. Meskipun pada awalnya Presiden Soekarno masih tidak sependapat dengan konsep tersebut, atas permintaan Ajudan Presiden, Mayjen Surjo Sumpeno,konsep tersebut disetujui oleh Soekarno dengan syarat bahwa beliau akan mendapatkan jaminan dari Jenderal Soeharto.

        Pada 19 Februari 1967, Mayjen Soeharto berserta para staf panglima diminta oleh Presiden Soekarno untuk berkumpul di Istana Bogor. Pada awalnya, Presiden Soekarno masih keberatan menandatangani rancangan konsep yang diajukan kepadanya. Sore harinya, Panglima Angkatan Laut dipanggil oleh Presiden Soekarno dengan membawa konsep yang telah dipersiapkan sebelumnya. Presiden Soekarno kemudian menyetujui dengan melakukan perubahan-perubahan kecil, seperti pada pasal 3 yang ditambah dengan kata-kata menjaga dan menegakkan revolusi. Belau meminta agar rancangan tersebut diumumkan pada hari Kamis, 23 Februari 1967. Kemudian pada pukul 19.30, hari Kamis, 23 Februari 1967, dengan disaksikan oleh Ketua Presidium Kabinet Ampera dan anggota kabinet, Presiden Soekarno secara resmi, telah menyerahkan jabatan kekuasaan pemerintahan kepada Pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966, Jenderal Soeharto. Momentum itulah yang menandakan awalnya masa pemerintahan Orde Baru di Indonesia. Diangkatnya Mayjen Soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia melalui Ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 12 Maret 1967, MPRS yang diketuai oleh A.H. Nasution mencabut mandat atas seluruh kekuasaan pemerintahan dari Presiden Soekarno. Pada 27 Maret 1968, Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS),mengangkat Mayjen Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia. Hal ini tersebut terdapat dalam Ketetapan MPRS No. XLIV/MPRS/1968. Sebagai pemegang mandat baru dalam pemerintahan Indonesia.

 

B. CIRI-CIRI KEBIJAKAN PEMERINTAH ORDE BARU

        Kebijakan Pemerintahan Orde Baru menitik beratkan dalam bidang menciptkan stabilitas nasional  melalui stabilitas politik dan ekonomi yang dikenal dengan program Dwi Darma. Untuk mewujudkan stabilitas nasional maka dibentuk Kabinet Ampera yang pelaksanaannya dilaksanakan oleh Presidium Kabinet yang dipimpin oleh Soeharto. Kabinet ini mencanangkan program kerjanya yang disebut Catur Karya.

Program Kerja Kabinet Ampera (Catur Karya) :

1. Memperbaiki perikehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan.

2. Melaksanakan pemilihan umum dalam batas waktu seperti tercantum dalam

    ketetapan MPRS No.XI/MPRS/1966

3. Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan nasional.

4. Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan menivestasinya.

Kebijakan pemerintah Orde Baru untuk mewujudkan Dwi Darma terbagi menjadi dua yaitu :

1. Kebijakan dalam negeri meliputi :

    1. Di bidang politik

Disadari oleh Orde Baru bahwa stabilitas politik adalah hal yang penting untuk ditegakkan demi kelancaran pelaksanaan pembangunan nasional.

Untuk menciptakan stabilitas politik dan keamanan dilakukan langkah-langkah antara lain :

        1. Doktrin dwifungsi ABRI yang diprakarsai oleh Jenderal A.H. Nasution yaitu ABRI kekuatan pertahanan dan keamanan dan ABRI sebagai kekuatan

            sosial-politik.

        2. Penyederhanaan partai politik

Salah satu langkah yang dilakukan oleh Soeharto adalah melakukan fusi partai politik. Praktik tersebut dilakukan pada tahun 1975, dengan berdasarkan pada UU No.3 Tahun 1975. Proses fusi partai politik itu menghasilkan komposisi sebagai berikut :

                  - Kelompok Demokrasi Pembangunan (11 Januari 1973)

                  - Kelompok ini terdiri atas Partai Nasional Indonesia (PNI),

                    Partai Kristen Indonesia (Parkinso), Partai Katolik, Ikatan Pendukung

                    Kemerdekaan Indonesia (IPKI) dan Partai Murba.

                  - Kelompok Persatuan Pembangunan (5 Januari 1973)

                  - Kelompok ini terdiri atas Nahdatul Ulama (NU), Partai Muslim Indonesia,

                    Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) dan Partai Islam Persatuan Tarbiyah Indonesia (Perti)

                  - Kelompok Golongan Karya yang terdiri dari berbagai organisasi profesi,

                    seperti organisasi buruh, organisasi pemuda, organisasi tani dan nelayan,

                    organisasi seniman dan organisasi masyarakat.

Selain itu, muncul pula  berbagai organisai profesi seperti Korps Pegawai Negara Repulik Indonesia (KORPRI),

Federasi Buruh Seluruh Indonesia, Himpunan Kerukunan Tani Indonesia, dan Komite Nasional Pemuda Indonesia.

  1. Penyeragaman ideologi, yaitu Pancasila sebagai azas tunggal partai dan organisasi massa. Dan lahirlah Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) berdasarkan Tap MPR No.II/MPR/1978.

    2. Di Bidang Ekonomi

Kebijakan perekonomian di era Orde Baru telah disusun sebelumnya pada tahun 1966. MPRS mengeluarkan ketetapan No. XXII/MPRS/1966 yang berisi tentang Pembaruan Kebijakan Landasan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan. Tujuan dikeluarkannya Ketetapan MPRS itu adalah mengatasi krisis dan kemerosotan ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1955.
Berdasarkan  Ketetapan MPRS No. XXII/MPRS/1966 itulah, Soeharto meletakan dasar-dasar rencana pembangunan perekonomian Indonesia. Kebijakan perekonomia dalam negeri dirancang oleh Soeharto, antara lain adalah sebagai berikut :

        1. Dikeluarkannya beberapa Peraturan pada 3 Oktober 1966. Kebijakan ini memuat pokok-pokok regulasi yang akan ditetapkan oleh pemerintah Orde             Baru dalam mengulang krisis perekonomian Indonesia. Kebijakan ini antara lain adalah :

            a. Menetapkan anggaran belanja berimbang (balanced badget)

            b. Menetapkan kebijakan untuk mengekang proses ekspansi kredit bagi usaha-usaha sektor produktif. Seperti sektor pangan, ekspor, prasarana,                 dan industri

            c. Menetapkan kebijakan penundaan pembayaran uang luar negeri (rescheduling)

            d. Menerapkan kebijakan penanaman modal asing untuk membuka kesempatan bagi investor luar negeri untuk turut serta dalam pasar dan                             perekonomian Indonesia.

        2. Dikeluarkannya Peraturan 10 Februari 1967 tentang persoalan harga dan tarif.

        3. Dikeluarkannya Peraturan 28 Juli 1967. Kebijakan ini dikeluarkan untuk memberikan stimulasi kepada para pengusaha agar mau menyalurkan                     sebagian dari hasil usahanya untuk sektor pajak dan ekspor Indonesia.

        4. Menerapkan Undang-Undang No. 1 tahun 1967 tentang penanaman Modal Asing

        5. Mengesahkan dan menerapkan Rencana Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN 1968) melalui Undang-Undang                 No.13 tahun 1967. Di dalam kebijakan ini, diterapkan prinsip anggaran berimbang atau balanced budged, yang menuntu adanya keseimbangan                 antara anggaran belanja negara dan pendapatan negara.

Soeharto juga menerapakan kebijakan ekonomi yang berorientasi luar negeri,yaitu dengan melakukan perundingan-perundingan, antara lain :

        1. Tokyo Club yang isinya tentang penangguhan utang luar negeri Indonesia.

        2. Paris Club yang hasilnya :

            a. Indonesia mendapatkan penangguhan pembayaran utang luar negerinya.

            b. Utang-utang Indonesia yang jatuh tempo pada tahun 1969 dan 1970 juga mendapatkjan pertimbangan untuk ditunda dengan pemberian syarat-                    syarat yang lunak dalam pelunasannya.

Indonesia juga tergabung ke dalam institusi ekonomi internasional, seperti World Bank, (IBRD) International Monetary Fund (IMF), Development dan Asian Development Bank (ADB).

Dana bantuan luar negeri tersebut mencakup 3 sektor utama, yaitu :

            a. Sektor impor, seperti pupuk, suku cadang, dan obat hama.

            b. Sektor proyek-proyek pembangunan.

            c. Sektor pangan yang difokuskan pada peningkatan swasembada pangan dalam negeri.

 

Dari kebijakan perekonomian yang dikeluarkan oleh pemerintah Orde Baru, baik itu bersifat dalam negeri maupun luar negeri, teradapat baberapa karakteristik yang mendasar. Karakteristik utamanya adalah, secara ideal, pemerintah Orde Baru berusaha untuk membangun pembangunan yang terdistribusi secara merata di seluruh Indonesia. Orde Baru juga memusatkan pembangunan pada sektor pertanian untuk meningkatkan kapasitas ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Jika dibandingkan dengan Orde Lama, perbedaan mendasar dalam kebijakan perekonomian Orde Baru terletak di dalam proses pencarian sumber dana pembangunan. Orde Baru memusatkan pencarian dana pembangunan dari sektor pinjaman luar negeri. Hal ini berbeda dengan masa pemerintahan Soekarno yang sangat anti terhadap pinjaman luar negeri.

 

Untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional, MPR menetapkan Garis-Garis Besar Halian Negara (GBHN) yang dijabarkan dalam Rancangan Pembangunan Lima Tahun (REPELITA). Rencana pembangunan lima tahun ini terbagi dalam pelaksanaan pembangunan 5 tahun (PELITA) dalam pelaksanaannya berdasarkan Trilogi Pembangunan meliputi :

            1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyta Indonesia.

            2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.

            3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis dan Delapan Jalur Pemerataan, meliputi :

                a. Pemenuhan kebutuhan prokok rakyat.

                b. Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan

                c. Pemerataan pembagian pendapatan

                d. Pemerataan kesempatan kerja

                e. Pemerataan kesempatan berusaha

                f. Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan

                g. Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air.

                h. Pemerataan memperolah keadilan

 

Pembagiannya adalah sebagai berikut :

PELITA Tujuan Pembangunan
I. 1 April 1969 – 31 Maret 1974

1. Peningkatan taraf hidup masyarakat

2. Fokus pembangunan: pertanian, industri, pertambangan, rehabilitasi dan perluasan sarana dan prasarana sosial.
II. 1 April 1974 – 31 Maret 1979

1. Tersedianya kebutuhan sandang dan pangan yang memadai.

2. Tersedianya bahan untuk perumahan dan fasilitas lainnya.

3. Terwujudnya sarana dan prasarana yang semakin terdistribusi.

4. Terwujudnya keadaan rakyat Indonesia yang lebih baik.

5. Tersedianya lapangan kerja bagi rakyat Indonesia.
III. 1 April 1979 – 31 Maret 1984

1. Pemerataan kebutuhan pokok rakyat pada penyediaan sektor pangan.

2. Pemerataan pendidikan dasar dan peningkatan keahlian di semua bidang .

3. Pemerataan pendapatan dengan cara mengadakan proyek padat karya guna baru.

4. Pemerataan kesempatan kerja dan usaha dengan cara transmigrasi.

5. Melibatkan generasi muda dan wanita dalam pembangunan.

6. Menyediakan dana bantuan pembangunan daerah tingkat I dan II.

7. Mengintensifkan kinerja dalam penyediaan kesempatan keadilan bagi rakyat.
IV. 1 April 1984 – 31 Maret 1989 Masa ini adalah masa keberhasilan Orde Baru, misalnya program KB dan swasembada pangan. Namun, ada kecenderungan hanya terdapat di Pulau Jawa saja.
V. 1 April 1989 – 31 Maret 1994 Pelaksanaan pembangunan sudah mulai tidak merata. Pembangunan cenderung hanya di Pulau Jawa, tingkat korupsi tinggi, dan utang luar negeri banyak.
VI. 1 April 1994 – 31 Maret 1999 Masa ini adalah masa kejatuhan pemerintahan Orde Baru. Utang luar negeri Indonesia mencapai 136 milyar dolar Amerika Serikat pada tahun 1997. Pada tahun ini, pemerintah kehilangan kepercayaan dan tahun 1998 Presiden Soeharto turun dari jabatannya.

 

           Adapun sasaran di bidang ekonomi meliputi penerbitan APBN, penjadwalan kembali kewajiban membayar hutang-hutang luar negeri yang lewat batas waktunya dan mengusahakan penundaan pembayaran, laju pertumbuhan ekonomi, swasembada beras, perubahan struktur ekonomi, perkembangan investasi, dan perkembangan ekspor.

           Untuk mewujudkan pembangunan nasional pemerintahan Orde Baru mendatangkan ahli ekonomi tamatan Universitas Berkeley yang sering dijuluki “mafia Berkeley” di antaranya Prof. Dr. Widjojo Nitisastro, Prof. Ali Wardana, Prof. Sumitro Joyohadikusumo, Prof. Dr. Radius Prawiro, Prof. Dr. Ir. Moh. Sadli, Prof. Dr. Emil Salim, Drs. Frans Seda, dan Prof. Dr. Subroto.

 

    3. Di bidang Sosial

        meliputi : perubahan struktur lapangan kerja dan kesejahteraan penduduk.

 

b. Kebijakan Luar Negeri meliputi :

Untuk mewujudkan tujuan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan Alenia IV Pembukaan UUD 1945 maka Orde Baru berusaha membenahi kebijakan politik Luar Negeri yang meliputi :

      1. Indonesia kembali menjadi anggota PBB.

      2. Penghentian konfrontasi dengan Malaysia.

      3. Pembentukan organisasi ASEAN.

      4. Keikutsertaan Indonesia dalam berbagai Organisasi Internasional seperti OKI, Gerakan Non Blok, dan OPEC.

 

 

C. DAMPAK MENGUATNYA PERAN NEGARA TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT, POLITIK, DAN MEDIA MASSA PADA MASA ORDE BARU

        Tekad Orde Baru untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara diwujudkan dalam bentuk melaksanakan demokrasi melalui Pemilihan Umum setiap lima tahun sekali. Sejak tahun 1977 sampai dengan 1997 multipartai disederhanakan menjadi tiga partai politik, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Untuk membersihkan aparatur Negara dan tata pertama. Orde Baru juga menyatakan PKI sebagai bahaya laten komunis.

        Selama pemerintahan Orde Baru perkembangan media massa sangat pesat, terutama sejak adanya Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD) Palapa. Media Elektronik maupun media cetak sangat membantu pemerintah dalam suksesnya program pembangunan di Indonesia.

        Peran Negara yang sangat kuat dalam berbagai aspek kehidupan berhasil menaikkan pendapatan per kapita penduduk Indonesia dan mengurangi kemiskinan, namun juga membawa dampak negatifnya, diantaranya :

    1) Kesenjangan sosial.

    2) Konglomerasi.

    3) Korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)

    4) Pemerintah yang otoriter dan doninatif.

    5) Pemerintah yang sentralistik.